Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Dunia Maya Melalui situs MasterWeb Dedev

Jumat, 26 Desember 2008

KEBEBASAN YANG TIDAK BERPERI KEADILAN

Enam polisi Afghanistan mati diserang pasukan AS, Rabu (10/12). Sebelumnya ratusan sapi diberondong peluru pasukan AS. Ini semua terjadi karena pasukan AS salah mengidentifikasi sasaran. Mereka dicurigai sebagai pasukan Thaliban, yang notabene menjadi musuh utama AS di Afghanistan pasca peristiwa 11 September. Sampai saat ini, AS terus berusuhi menduduki Afghanistan. Ini semua adalah bentuk penjajahan yang sangat keji.


Sampai kini, AS belum berhasil menemukan Usamah Bin Laden, orang yang diduga paling bertanggungjawab dalam aksi terorisme di sana. Mereka juga belum berhasil melumpuhkan pasukan Thaliban yang sering melakukan perlawanan demi mempertahankan kedaulatan negara. Kita tidak tahu, sampai kapan AS bisa menentukan sendirian nasib suatu negeri untuk terus diduduki. Jika hingga puluhan tahun mereka tetap gagal menemukan Usamah bin Laden, apakah mereka akan terus menduduki Afghanistan ?. Padahal negeri ini seyogyanya menginginkan kemerdekaan yang utuh.

Sikap tak terukur AS ini juga diperlihatkan di Irak. Dengan dalih bukti kepemilikan senjata pemusnah massal yang dimiliki Irak, AS menggempur dan menduduki negeri Irak, menaburkan bom, dan peluru di seluruh negeri, meluluhlantakkan bangunan dan kota, menghancurkan kilang dan ladang minyak, menghukum mati Saddam Husein dan membunuh anak-anaknya. Tapi kemuidan, bukti kepemilikan senjata pemusnah massal itu hanya kosong belaka. Malah yang terjadi, AS menggunakan senjata-senjata nuklir untuk menghancurkan negeri para Nabi tersebut. Ini adalah bentuk agenda kejahatan dan penjajahan yang paling jahat di lakukan AS.

Hingga kini, kita belum mendengar penyesalan akibat ulahnya tersebut. Kita juga tidak tahu, adakah hukum yang bisa menegakkan keadilan terhadap kesalahan besar AS ini. Di sana ada kejahtan perang, pwmbnuhan, pelanggaran berat HAM, kerusakan alam dan ekologi, serta segudang kesalahan lainnya.Haruskah kita menganggap bahwa AS adalah simbol perdamaian dunia jika, kita melihat keberingasan aksi mereka yang tidak berperikemanusiaan ( Humanisme )?. Akan sangat naif apabila ada segelintir kalangan ilmuwan muslim kita justru ada yang berpersepsi bahwa orang atau golongan yang anti AS dan barat berarti dia telah merusak perdamaian dunia. Sungguh-sungguh mamalukan Ummat Islam. Masih pantaskah dia diakui sebagai representasi ummat Islam. Bukankah ini semua mereka lakukan hanya demi Dollar semata.

Apa yang menimpa enam polisi dan ratusan kambing di Afghanistan adalah bagian dari implikasi pendudukan dan penjajahan di zaman kebebasan dan demokrasi. Bagi warga Afghanistan dan Irak, salah sasaran atau salah tembak adalah ritual keseharian mereka. Dalam suatu pendudukan, tentu ada orang yang berada di atas hukum. Tentu, ini sesuatu hal yang ironis dan sangat kontradiktif jika merujuk pada konstitusi AS. Dalam kondisi demikian, kita patut bertanya, standar apa yang dimiliki bangsa AS, jika membiarkan prilaku yang sangat barbar ini bisa terus terjadi ?

Kita tentu sangat mengutuk dan memerangi terorisme. Namun, itu adalah isu lain yang di prakarsai oleh AS. Sedangkan segala bentuk pendudukan dan penjajahan, atas nama apapun tetap tidak bisa dibenarkan. Ia tak ubahnya terorisme itu sendiri. Jika kita tidak kelu menghadapi masalah ini, sebaiknya kita berfikir ulang tentang diri sendiri. Kita tidak berhak berteriak tentang demokrasi, kehormatan dan kemanusiaan. Semuanya hanya omong-kosong belaka yang menjadi wacana global AS untuk mencari simpati masyarakat dunia. Atau menjadi bermakna, manakala hal ini ditunjukkan untuk diri sendiri. Sangat, sangat ambivalen, berwajah ganda, dan hipokrit. Di satu sisi, mereka mengeluarkan wacana memerangi terorisme. Di sisi lain, mereka melakukan penjajahan dan pendudukan atas bangsa lain dengan berbagai aksi terorisme yang selama ini kita lihat.

Kita sudah pada dengar, bahwa Barrack Obama, presiden baru AS akan menarik pasukannya dari Irak dan akan lebih mengakomodir segala bentuk kebijakan-kebijakan pemerintah. Tapi kita tidak tahu, kapan akan tuntas kasus irak?. Dan kita tidak tahu, apa kompensasi atas kesalahan penyerbuan dan pendudukan di Irak tersebut. Sedangkan pendudukan di Afghanistan akan langgeng hingga Usamah bin Laden ditemukan.

Saya tidak terlalu yakin atas pernyataan Barrack Obama tersebut. Presiden boleh berbeda, tapi sistem tidak akan berubah. Kita ( Ummat Islam ) tidak perlu meminta belas kasihan Barrack Obama. Justru yang kita perlukan adalah ukhuwwah Islamiyah diantara negara-negara Islam. Karena saya yakin, dari kedua peristiwa yang melibatkan AS di atas, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai bentuk genderang perang terhadap Islam. Kita tidak perlu imperior di hadapan AS. Kehegemonian AS akan runtuh dengan sendirinya yang diakibatkan oleh ulah mereka sendiri.


Penulis
Dedev Ruswanda ( Sang Pejuang )
27/12/2008

1 komentar:

  1. Topik kebebasan dan hak azasi manusia adalah topic yang universal, namun ia tidak berarti netral. Sebab pembahasan mengenai kebebasan dan HAM pada umumnya hanya dalam perspektif manusia yang dalam peradaban Barat telah terbentuk dalam doktrin humanisme. Humanisme sendiri selalu dihadapkan atau berhadap-hadapan dengan agama. Ini sekaligus merupakan pertanda bahwa orientasi manusia Barat telah bergeser dari sentralitas Tuhan kepada sentralitas manusia. Manusia lebih penting dari agama, dan sikap manusiawi seakan menjadi lebih mulia daripada sikap religius. Dalam situasi seperti ini topik mengenai kebebasan beragama dipersoalkan. Akibatnya terjadi ketegangan dan perebutan makna kebebasan beragama antara agama dan humanisme. Ketika humanisme memaknai kebebasan beragama standar kebebasannya tidak merujuk kepada agama sebagai sebuah institusi dan ketika agama memaknai kebebasan ia menggunakan acuan internal agama masing-masing dan selalunya tidak diterima oleh prinsip humanisme. Humanisme dianggap anti agama dan sebaliknya agama dapat dituduh anti kemanusiaan. Ketegangan ini perlu diselesaikan melalui kompromi ditingkat konsep dan kemudian dikembangkan pada tingkat sosial atau politik. Dan untuk itu agama-agama perlu membeberkan makna dan batasan atau tolok ukur kebebasannya masing-masing. Sementara itu prinsip-prinsip HAM perlu mempertimbangkan prinsip internal agama-agama. Makalah ini akan mencoba mengelaborasi makna hak dan kebebasan dari perspektif Islam, DUHAM dan perundang-undangan di Indonesia.

    BalasHapus